Kasus Temuan Kayu dalam Kontainer Terus Bergulir, KPHP Indikasi Dugaan Manipulasi Dokumen sedang Identitas Pelaku Masih Samar

Kasus Temuan Kayu dalam Kontainer Terus Bergulir, KPHP Indikasi Dugaan Manipulasi Dokumen sedang Identitas Pelaku Masih Samar

detikberau.com, Tanjung Redeb – Digagalkannya pengiriman kayu ilegal dari dalam delapan kontainer di Pelabuhan Tanjung Redeb menuju Surabaya, Jawa Timur oleh Sat Reskrim Polres Berau pada akhir Maret 2024 lalu kasusnya masih menimbulkan tanda tanya oleh sebagian masyarakat, Sabtu (20/4/2024).

Sebab, hingga kini polisi masih belum membocorkan identitas terduga pelaku yang diyakini dalang dari bisnis pembalakan liar antar pulau tersebut. Tak main-main, kayu yang gagal beredar tersebut jumlahnya 90 kubik terdiri dari bengkirai dan ulin.

“Identitas terduga pemilik kayu sudah dikantongi. Kami masih lakukan penyelidikan lebih lanjut,” demikian ujar Kasat Reskrim Polres Berau, AKP Ardian Rahayu Priatna sebagaimana dikutip dari berbagai media.

Dikonfirmasi mengenai kasus ini, Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Berau-Barat, Dinas Kehutanan Kalimantan Timur, Azhar Rudianto mengatakan, dari penelusuran pihaknya kayu-kayu tersebut berasal dari kawasan hak penguasaan hutan (HPH) yang wajib memilik izin usaha.

Kendati demikian, kata dia untuk wewenang pengawasannya berada pada pengelola HPH yang bersangkutan. Sedang KPHP hanya sebagai pihak pendukung apabila dibutuhkan untuk membantu pengawasan.

“Sehingga apabila memang tidak mampu dan butuh bantuan kita (KPHP) silahkan berkomunikasi, jadi bisa bersama-sama melakukan pengawasan dan kegiatan pengamanan, kadang kekurangannya disitu,” ujarnya saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon.

Oleh karenanya, menurut Azhar yang bertanggungjawab dalam mengawasi perbuatan melanggar hukum di areal yang berizin adalah pihak pengelola pemilik izin resmi. Baik berbentuk izin usaha hak penguasaan hutan (HPH) maupun hutan tanaman industri (HTI).

Ketentuan tersebut termaktub dalam UU No 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturatan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) No 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi UU mengubah sebagian ketentuan UU No.18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan hutan.

“Mereka (pengelola) yang utama mengawasi kalau tidak mampu bisa minta bantuan kami (KPHP) tidak serta merta kita (KPHP) bisa melakukan pengawasan tanpa ada permintaan pihak pengelola,” tegas Azhar.

Terkait bagaimana akses kayu mentah tersebut bisa kemudian diolah di somel Azhar mengaku, tidak mengetahui secara pasti bagaimana kayu tersebut bisa sampai lolos hingga kemudian sampai ke kontainer.

Dirinya mensinyalir adanya dugaan manipulasi dokumen untuk mengolah kayu mentah dari somel-somel tempat terduga pelaku melancarkan bisnisnya.

“Jadi ada dugaan manipulasi, artinya prosedur penatausahaan hasil hutannya itu tidak dijalankan dengan prosedur yang standar serta menyimpang,” ujar Azhar.

“Lebih lanjut yang mengetahui terkait dokumen adalah Balai Pengelolaan Hutan Lestari (BPHL),” tambahnya.

Sejauh ini, Azhar menyebut, tim dari KPHP sudah diminta kepolisian untuk menghitung total kerugian negara yang ditimbulkan dari bisnis kayu ilegal ini.

“Tim kita sudah bergerak membantu polisi untuk menghitung berapa kayu itu, diukur volumenya baru diketahui berapa kerugian negaranya,” tandasnya. (*mgn)

administrator

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *